SINTA dan Jojo resmi sudah jadi artis. Mereka kini tak hanya berkibar di dunia maya, tapi juga di layar kaca dan media cetak.
Kini, bisa jadi banyak orang ingin seperti mereka, ngetop gara-gara internet. Boleh saja. Saya tak hendak melarang. Tapi, ijinkan saya menjelaskan betapa Anda harus pikir masak-masak sebelum mem-post (posting) apa pun ke dunia maya.
Sebab, dunia maya tidak mengenal kata lupa.
Sebetulnya, apa yang terjadi pada Sinta dan Jojo di sini sudah berlangsung di negeri lain selama beberapa tahun terakhir. Di Amerika, sudah banyak orang biasa-biasa saja yang tak sengaja menggunggah video ke You Tube lalu ditonton jutaan kali dan kemudian jadi artis betulan. Justin Bieber contoh paling fenomenal untuk ini. Hal serupa juga terjadi di banyak tempat. Filipina punya Momoy Palaboy yang dengan jenaka menyanyi lipsync. Jadi, sejatinya, tinggal menunggu waktu saja kapan giliran Indonesia melahirkan artis You Tube. Dan saat itu tiba kini. Sinta dan Jojo adalah artis You Tube asli Indonesia.
Kisah Sinta dan Jojo adalah cerita sukses yang bermula dari ketaksengajaan yang berbuah popularitas. Artinya, ini kisah bagian enak dari internet. Bagaimana dengan yang buruk? Tidak usah jauh ke luar negeri untuk mencari contoh. Jika Anda rajin buka You Tube, hingga kini masih ada yang menggunggah video porno Ariel-Cut Tari danAriel-Luna Maya ke situs itu. Walau berkali-kali dihapus bila ketahuan You Tube, video baru yang sama terus muncul lagi.
Ini menandakan, walau urusan hukum Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari kelar atau padahal mereka sudah mnerima hukuman sosial yang begitu berat saat ini, jejak perilaku mesum mereka tidak pernah terhapus dari ingatan orang karena internet memfosilkannya. Begitu pula Marshanda tempo hari. Saat sedang gamang dan iseng, ia mengunggah video-video curhat ke You Tube. Saat sadar tindakannya bisa memicu kontroversi, Marshanda menghapus video-videonya. Tapi apa daya, orang sudah keburu mengunduh video-video itu dan balik mem-post.
Atau lagi, video anak kecil bicara kotor sambil merokok yang sempat menghebohkan media beberapa waktu lalu. Saat anak itu dewasa kelak, dan mungkin perangainya sudah berubah baik, video masa kecilnya tetap jadi cacatnya seumur hidup di dunia maya.
Atau pula, bahkan video mesum mahasiswa Itenas, Bandung bertajuk Bandung Lautan Asmara bertahun-tahun lalu masih ada di internet. Tinggal ketik di mesin pencari, Anda akan temukan banyak link yang masih menyediakan video itu.
Mengutip tulisan Jeffrey Rosen berjudul “The Web Means the End of Forgetting” di majalah The New York Times Magazine edisi 19 Juli lalu, saat ini, berdasar survey Microsoft, 75 persen perusahaan di AS mengecek secara online calon karyawan yang melamar—termasuk mencari nama-nama mereka di mesin pencari, situs jejaring sosial seperti Facebook atau MySpace, situs video, maupun situs-situs blog pribadi. Dari survey itu diketahui, 70 persen perusahaan menolak calon karyawan setelah menemukan informasi yang ada di internet, seperti foto tak pantas atau ikut perbincangan di forum-forum yang kontroversial.
Rosen mencontohkan, empat tahun lalu, Stacy Snyder, waktu itu masih 25 tahun dan sedang melakukan pendidikan guru di Lancaster, Pennsylvania. Suatu hari, ia mem-post sebuah foto di akun MySpace-nya. Foto itu memperlihatkan ia sedang di sebuah pesta mengenakan topi bajak laut dan meminum dari cangkir plastik, dengan keterangan foto: "Drunken Pirate—bajak laut pemabuk." Setelah pihak sekolah mendapati foto itu, pengawasnya mengatakan tindakannya “tidak profesional” dan dekan di Millersville University School of Education, tempat Snyder terdaftar sebagai mahasiswi, mengatakan ia mempromosikan minuman keras pada calon murid lewat dunia maya. Alhasil, sebelum pelulusan, ia diberitahu gagal mendapat gelar. Snyder kemudian menuntut pihak kampus. Argumennya, pihak universitas telah melanggar Amandemen Pertama Konstitusi AS tentang kebebasan berpendapat dan bersalah telah menghukumnya untuk sesuatu (yang menurutnya legal) yang dilakukan selepas jam kuliah.
Tapi pada 2008, hakim negara bagian menolak tuntutan Snyder karena foto “Drunken Pirate”-nya tidak termasuk bagian yang dilindungi UUD AS karena ia pejabat publik.
Kenyataan kalau internet tetap menyimpan setiap data, foto, tulisan, atau apapun secara online dan terbuka bagi siapa saja sudah menimbulkan kekhawatiran banyak pihak. Menurut Rosen, mengutip seorang wanita berumur 26 tahun, “Setiap orang kini punya kekhawatiran layaknya seorang bintang film. Padahal kita hanya orang biasa.”
Ya, tulis Rosen, fakta bahwa internet tidak pernah lupa sungguh mengancam. Mengutip buku Delete: The Virtue of Forgetting in the Digital Age karya cendekiawan cyber Viktor Mayer-Schonberger mengungkap pentingnya “pelupaan sosial” dengan “menghapus ingatan di luar.” Viktor menulis, “masyarakat menerima kalau manusia berkembang seiring waktu, kita punya kemampuan belajar dari perilaku kita di masa lalu dan memperbaiki kesalahan yang pernah dibuat.” Di masyarakat tradisional, setiap kesalahan memang jadi cacat tapi tidak terekam terus. Kemampuan ingatan manusia membuat kesalahan manusia dilupakan seiring waktu.
Tapi sebaliknya, seperti ditulis Mayer-Schonberger, di masyarakat yang segalanya terekam dan tersimpan, apapun yang kita lakukan “terus menghantui kita selamanya, membuat tak mungkin lari dari masa lalu.” Ia menyimpulkan, “karena tak ada yang lupa, memaafkan jadi sulit terjadi.”
Sebagai solusi, kini muncul gerakan di banyak negara untuk mengupayakan agar internet memungkinkan menghapus “dosa” masa lalu manusia. Di Perancis, Argentina, Eropa muncul gerakan semacam ini. Pada Februari, Uni Eropa membantu kampanye “Think B4 U Post!” yang mendorong anak muda untuk memikirkan setiap konsekuensi yang mungkin terjadi sebelum mem-post foto diri mereka atau orang lain ke internet. Di Amerika, sekelompok teknolog maupun ilmuwan tengah memikirkan cara mungkinkah internet bisa mengenal kata “lupa”.
Sampai itu terjadi, kita harus bertindak bijak di internet. Sinta dan Jojo beruntung jadi terkenal karena dunia maya. Ariel, Luna Maya, Cut Tari, walau bukan penggunggah, dibuat terpuruk oleh internet. Setiap tindakan ada konsekuensinya. Hal itu yang harus Anda pikir masak-masak sebelum melakukan apa pun (Ya, APAPUN!) di dunia maya.
(ade/ade)
Sumber Berita : Tabloid Bintang Indonesia
No comments:
Post a Comment