Monday, June 20, 2011

hidup yang tidak pernah ditinggalkan



Joshua melangkah ke dalam kamar yang mulai terkepung dengan debu-debu sisa kulit mati sambil matanya melirik ke arah satu kantungan kain yang disimpul ikatannya.Kemas.Ia kelihatan seolah gumpalan kain-kain yang padat.Kamar itu sedikit terang dengan sedikit cahya yang memasuki melalui jendela kaca slide yang gelap.Sebuah capoi besi tanpa spring yang teralas oleh tilam di atas papan tipis yang kopak sebahagiannya..Berhabuk dan keras,ditenung dan mengumam sendiri.Dadanya berombak resah.Dia betul-betul resah.


Selama 16 tahun Josh simpan jiwanya berkelana di ruangan kamar itu.Pasti ada sesuatu yang membuatkan dia berfikir lama kalau-kalau dia tidak lagi mengingati akan nostalgianya.Berat dan masih terapung.Ini dunia pembaringannya yang meletakkan impian dan khayalannya di sini,yang mengerah ilham menemani pada malam-malam yang telat..Bisa saja dia bersedih seperti mengambus wajah seseorang yang pernah dia cintai.Dalam dan terdalam.Tapi dia tidak mau itu semua mengekori langkahnya selepas itu.Tidak mungkin.


Bagi dia meninggalkan apa saja yang pernah mendampinginya bukan suatu yang dia suka-suka.Malah kalau ada yang mendesak sekalipun dia lebih suka menyerah.Prinsip mudah yang berat dilakukan.Kerna itu Josh tidak pernah mengucapkan selamat tinggal pada hatta apa sekalipun,termasuk pada jiwa-jiwa yang hidup selagi dia juga punya jiwa.Biar dia yang mendukung momen bukan dia sebagai orang yang menyeksa.Peringatan itu untuk dirinya.


Saat sebuah lagu habis berputar,hidupnya terus berputar.



No comments:

Post a Comment