Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mulai mempublikasikan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Kominfo yang mengatur soal konten multimedia. Hal ini sengaja dilakukan untuk memperoleh tanggapan publik secara kritis.
Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto, uji publik rancangan Permen Konten Multimedia ini hanya diberi waktu sekitar seminggu.
Ditambahkan Gatot, latar belakang disusunnya rancangan ini adalah bahwa konten memiliki peranan, pengaruh, dan dampak yang signifikan dalam penyelenggaraan jasa multimedia, baik terhadap penyelenggara jasa multimedia itu sendiri maupun terhadap masyarakat dan pada khususnya mereka yang merasa dirugikan oleh pembuatan, pengumuman, dan/atau penyebarluasannya.
Tapi, mudah diduga, RPM ini akan mendapat tentangan dari banyak kalangan. Salah satunya Andrew Darwis, pendiri forum internet nomor satu di Indonesia, 'Kaskus'. Ia mengaku kecewa dengan rencana terbitnya peraturan ini. Menurutnya, hal tersebut akan menghambat pertumbuhan industri konten lokal di Indonesia.
“Kami kecewa dengan pemerintah, karena di saat internet sedang berkembang pemerintah justru mengeluarkan rancangan peraturan tersebut,” kata Andrew
Seperti biasa, penolakan juga dilakukan melalui sejumlah situs jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter.
Di Facebook muncul halaman bertajuk ‘SOS Internet Indonesia’. “Tolak Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Konten Multimedia karena berbahaya bagi kehidupan Internet Indonesia dan kembali pada paradigma represif dan total control seperti di jaman Soeharto,” demikian keterangan dalam grup SOS Internet Indonesia.
Jumlah penggemar halaman ini mencapai 9.349 penggemar. Di dindingnya mereka menyatakan penolakan terhadap RPM Konten Multimedia.
Dari kalangan pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai RPM Kominfo mengenai Konten Multimedia membahayakan kebebasan pers. Pasal-pasal dalam Rancangan Peraturan Menteri (Permen) tersebut bertentangan dengan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
"Untuk itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia meminta Menteri Komunikasi dan Informatika membatalkan rancangan peraturan ini. AJI Indonesia menilai, Kode Etik Jurnalistik merupakan satu-satunya sarana regulasi konten pers, baik cetak, internet maupun penyiaran. Sementara, untuk program-program siaran sudah ada Pedoman Perilaku Penyiaran Indonesia dan Standar Penyiaran Indonesia yang dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia".
Demikian bunyi siaran pers yang diterima Bintang yang ditandatangani Ketua AJI Indonesia Nezar Patria dan Koordinator Advokasi AJI Indonesia Margiyono.
(gur/gur)
No comments:
Post a Comment