AKHIR Oktober lalu terjadi parade bencana di negeri kita.
Dimulai dengan lumpuhnya Ibu Kota karena macet. Berganti hari, Merapi merenda awan dengan motif bulu domba. Wedhus gembel tampak eksotis nun kejauhan. Siapa sangka, belasan orang yang dinaunginya menghitam. Meninggalkan nama-nama untuk ditangisi kemudian. Musibah dari puncak gunung berlanjut ke dasar laut.
Gempa 7,2 SR dari dasar Samudra Hindia. Bagai aliran listrik, pusat gempa menganyam gulungan ombak yang mendarat keras di Kepulauan Mentawai. Setidaknya, 319 orang tewas. Ratusan lainnya tak diketahui rimbanya. Jangan lagi bernyanyi tentang negeri elok bak surga khatulistiwa. Karena beberapa bagian pulaunya tengah menjadi “neraka” bagi para penghuninya.
Kabar sedih tersiar ke seluruh bumi. Tersiar dari corong televisi dan merembet lewat telepon genggam. Informasi menemukan kendaraan penyampai pesan lintas benua. Tak perlu bercerita panjang seperti pembaca berita. Ringkas saja, dalam 140 kata.
Macet, Argo Taksi 1 Juta
Demikian Tora melaporkan dari akun pribadinya, @t_ORASUDI_ro. Dari kerugian waktu versi Tora, Twitter mengurai kerugian materi beberapa penduduk Jakarta.
“Gila, temen gw (gue) ada yg (yang) bayar taksi smp (sampai) Rp 1.050.000 Mending berhenti dulu dimana gitu...,” keluh pengguna Twitter pukul 1 dini hari (26/10). Penghuni situs kicauan lainnya, @zee_whitehorse mengabarkan, “Smlm (semalam) teman gw (gue) Argo taksinya Rp 1.098.200. Tp (tapi) masih di Cawang, smntra (sementara) rumahnya di Cibubur.”
Jika Jakarta dan belahan kota lain mengalami musibah, maka Twitter patut diwaspadai stasiun televisi spesialis berita. Warga Twitter seketika menjadi reporter dan narasumber andal. Tidak hanya memberitakan tapi juga mengulas dan melontar sindiran. Sehari setelah sebagian besar Jakarta menjadi “kolam”, @benhan menyindir. “
,” pelantun “Malaikat Juga Tahu” menukas lewat @deelestari. Dewi menilai, problematika ibu kota tak luput dari pembangunan gedung bertingkat yang abai pada kesehatan lingkungan.
“Apartemen keren2 n (dan) mahal2 tp (tapi) ga ngasih benefit ke lingkungan, kl (kalau) bahasa Rusia-nya: sarua jeung boong,” kritiknya. Dewi berkicau lagi, “Real estate yg (yang) nyodorin konsep ‘hijau’ tetep cm (cuma) kosmetik kl cm (kalau cuma) modal pohon tp (tapi) ga (enggak) pny (punya) sist (sistem) pengolahan sampah & penampungan hujan.”
Merapi, Mentawai, Mendoakan Indonesia
,” kicau Dewi dalam akun @dewisandra.
.” Ajakan ini dikirim gitaris RAN, Asta Andoko via @astaandoko. #prayforindonesia sempat jadi
” demikian Anggun menulis efektif di @Anggun_Cipta. Empati juga dikirim para pesohor Hollywood. Tom Cruise menyampaikan duka cita mendalam dalam dua bahasa. Pertama, bintang
tulisnya di @justinbieber.
Dua musibah dalam sepekan telah mengetuk hati insan dunia. Kim Kardashian pekan ini mendukung gerakan doa untuk Indonesia. Dalam akunnya @KimKardashian, Kim menunjukkan empati, “
di akun Twitter masing-masing. Mantan personel 2PM, Jay Park mengungkapkan empatinya lewat akun @JAYBUMAOM, “
kicaunya di akun @alexander_0729. Sementara penyanyi dan presenter Arirang TV, Isak, menguntai doa lewat @realISAK, “
Lampu Kuning Buat Petinggi Negeri
Sayangnya, ketika dunia menghujani Indonesia dengan empati dan doa, para pejabat negara justru menunjukkan sikap yang tak etis. Ketua DPR RI Marzuki Alie pekan ini seolah menyalahkan penduduk yang tinggal di Mentawai. “Tersambar tsunami itu konsekuensi kita tinggal di pulau. Kalau di pulau itu kelihatan berisiko ya pindahlah. Namanya juga tinggal di negara di jalur gempa, kemungkinan terkena tsunami luar biasa,” kata Marzuki di Gedung DPR RI, Rabu (27/10).
Jangan dikira warga Twitter tak melek berita. Beberapa menit setelah Marzuki bertutur enteng, Joko Anwar murka. Ia menduga, jangan-jangan wakil rakyat yang gemar rapat dan studi banding di luar negeri bukan manusia. “Ketua DPR Marzuki Alie: "Kena tsunami resiko yg tinggal di pulau". -► Resiko kami punya wakil bukan manusia,” ucap Joko sarkastik.
Belum puas mengumpat, sutradara Pintu Terlarang berandai-andai. Jika Marzuki dan kawan-kawan difilmkan, Joko sudah menyiapkan tagline. “They have no sense of crisis. No sense of remorse. They have no sense at all. #taglinefilmDPR,” cetusnya.
(wyn&riz/gur)
No comments:
Post a Comment